Wednesday, September 11, 2013

Jika angkuh tubuhku
begitu membuatmu muak
maka jangan pernah
mengemis sesuatu pun
merengek akan hal
yang jelas tak ku punya.
Jika bibirku tak pernah
sunggingkan senyum
mataku selalu tajam pamerkan
kalau aku sanggup bertahan
dalam kesendirianku
kemudian kakiku
dengan tegas melawan arah angin
membuat dedaun kering terseok
seakan tunduk pada keangkuhan
yang mengkungkungku
itu semata-mata
mementaskan sandiwara
seorang perempuan kesepian.
Lalu jika kau (sebagai penikmat)
hanya bisa berinterupsi
sebaiknya bungkam semua itu!
Karena tak sesuatupun
dapat merajam api
yang menyiksaku!
Entah api apa yang lidahnya
tidak hanya membakar asa
tapi juga kepercayaanku
tuk kembali mencintai.
Jadi ... silahkan cari yang lain!
setiap aku kesulitan tuk memejamkan mata
dan hijrah ke alam tak sadar
aku minta pada tinta
tuk sejenak menjenguk kertas
sekedar menyapa
atau bahkan menumpahkan
segala yang kurasa
mungkin hari itu aku sedang sedih
mungkin juga bahagia
atau malah sedang bingung
apapun itu
tinta dan kertas
tak pernah bertanya
bukan karena mereka tak peduli
tapi karena mereka begitu mengerti
kalau aku sedang ingin didengar
bukan diinterogasi!
Tuhan.
aku ingin bertemu, malam ini saja, Tuhan!
banyak yang ingin aku tanyakan
dan aku ingin jawabannya malam ini juga.
setiap Kau kirimkan malam tuk setiap makhlukMu
agar mereka semua beristirahat, mati sejenak,
dan berpisah dengan rohnya,
aku malah harus melawan ragaku dengan segenap asa.
apa Kau lupa mengambil ruhku?
aku ingin terpejam, bukannya bermain dengan tinta-tinta ini!
aku ingin terlelap, tidak menangis
karena lagi-lagi harus berpapasan
dengan bayang-bayang masa lalu!
aku benar-benar ingin mati dari derita.
istirahat sejenak dari rasa rindu.
seandainya Kau memberikan aku kesempatan
untuk menghapus satu hal saja yang ada di hatiku,
aku ingin Kau hapus dia, Tuhan!
ya, kalau memang belum tiba saatku menghadapMu,
bagaimana kalau dia saja yang Kau panggil duluan? bisa?
hhh.. sudah pukul satu malam
memgapa tak Kau panggil juga ruhku ini?
malah Kau kirimkan ruhnya tepat di hadapku!
di sisiku, di bantalku, di gulingku,
bahkan hingga terasa di leher dan bibirku.
hei kau!
berhenti ciumi apa-apa yang ada di tubuhku!
aku ngantuk! bagaimana kalau kita tidur sama-sama saja?
saling berpelukan tuk yang terakhir kalinya..
aku melangkahkan sepasang kakiku
seiring hembusan angin
tanpa kaki-kaki lain menemani
entah berapa jarak telah ditempuh
hingga jejari kian melepuh
terseok bersama ratusan lembar daun kering, gersang!
hanya bayang yang terbayang
lalu datang sepasang kaki lain
ku kira ia datang tuk temani
tapi nyata langkahnya hadir
beserta ucapan mengasihani:
‘Sebaiknya kau cari sepasang kaki lelaki agar kau tak lagi sendiri’