Wednesday, April 23, 2014


Kutinggalkan senyum
untuk dapat senantiasa kau pakai.
Kuletakkan kebajikan
agar senantiasa dapat kau anut.
Namun,
kenapa masih saja kau kenakan jubah keakuan?
Bukankah dulu kita telah sepakat,
bahwa hidup bukan hanya pada batas pemikiran apa yang kita ingin?

Hijau daun mulai menguning
Dilembah yang kini telah mengering
Perlahan-lahan pekat matahari membunuh
Menantikan hujan hingga ku bersimpuh

Bicara kerinduan hati berkata
Tentang indera yang selalu dimanja
Tanyakan mengapa sang gembala enggan membawa domba
Mungkin tak ada lagi mendamba

Hembus angin meniup debu membawa pilu
Menjadikan kerinduan sebagai syair yang merdu
Hanya bingar ku dengar sebagai gema
Tanpa ku tau dimana ia berada

kita masih dengan pongah
menyembah berhala nafsu yang kita miliki
selanjutnya, kita asyik terjun ke dunia masing-masing
aku dengan segala diamku kembali menekuri sepi
sedangkan, kau dengan segala gerakmu
terus berpetualang di dunia nan ramai
kita begitu akrab dalam diam,
kita begitu mesra dalam sunyi
tak ada yang bisa kulakukan sekarang
hanya mencoba menuliskan namaku di buku
yang semakin berwarna muram
aku dengan segala kekuatanku
yang kurang dari separuh tertatih
ke pojokan tempatku
yang telah sekian lama kuhuni
namun tetap saja sepi
bukan inginku kembali ke tempat itu
tempat yang selalu kuhuni ketika aku seperti ini
anugerah “besar” buatku adalah
mengenalmu
berseteru paham denganmu
dan akhirnya
bermusuhan denganmu !!!