biarlah
derai hujan sebagai saksi bisu
biarlah
rintihan kilatnya meraung
sekalipun
tak sanggup kudengar
agar
sapuannya membebaskan pasung rindu
menggelitik ragaku yang enggan letih
agar dia tahu labuhan tiada daratan
terombang ambing lautan sunyi tak berujung
menembus tangga langit rapuh
menerobos jembatan tebing luka
membentang asa untuk jiwa semu dirimu
yang kuharap menjadi nyata walau sekejap berkedip
Thursday, June 30, 2016
bila rintik hujan memecah senyap
biarkan helaiannya membentang kasih
menutup dimensi lubang rindu
jika ini takdir
mengapa jawabannya masih bisu ?
tak bolehkah kutapaki jejak mimpimu
pelukan hangat jiwamu menggenggam hati
mengalirkan arus lembut hujan dalam nadi
adakah kau rasakan risau hujan ini ?
siksaan rindu yang kau hempaskan
sungguh menyiksa batinku
menebar hambar kehidupan semestaku
biarkan helaiannya membentang kasih
menutup dimensi lubang rindu
jika ini takdir
mengapa jawabannya masih bisu ?
tak bolehkah kutapaki jejak mimpimu
pelukan hangat jiwamu menggenggam hati
mengalirkan arus lembut hujan dalam nadi
adakah kau rasakan risau hujan ini ?
siksaan rindu yang kau hempaskan
sungguh menyiksa batinku
menebar hambar kehidupan semestaku
antara malam dan dirimu
terbaring aku melayani resah
lalu ku dekatkan rembulan
merangkul di sisi malam
menatap gelisah panjang
menyatakan kepayahan
menahan perasaan
malam oh malam
masih ku dengar bisikan suara mu
manis menyapa mesra
dan aku tercari-cari wajah itu
rupanya bermain di pagar ilusi mimpi
terasa pula rindu di hati
terbaring aku melayani resah
lalu ku dekatkan rembulan
merangkul di sisi malam
menatap gelisah panjang
menyatakan kepayahan
menahan perasaan
malam oh malam
masih ku dengar bisikan suara mu
manis menyapa mesra
dan aku tercari-cari wajah itu
rupanya bermain di pagar ilusi mimpi
terasa pula rindu di hati
Wednesday, June 22, 2016
Thursday, January 7, 2016
Wednesday, January 6, 2016
semestinya kamulah rumahku
tempatku menyimpan keluh
meletakkan nyaman dalam keranjang cinta
menutup mata dari penat dunia
sepatutnya kamulah denyut nadiku
berdenyar di seluruh ruas tubuh
saat kita memainkan melodi kesunyian
dalam perjumpaan tubuh penuh keringat
"kita dalam irisan yang berbeda", tuturmu kelu
dan selembar daun menguning hinggap di beranda berdebu
tempatku menyimpan keluh
meletakkan nyaman dalam keranjang cinta
menutup mata dari penat dunia
sepatutnya kamulah denyut nadiku
berdenyar di seluruh ruas tubuh
saat kita memainkan melodi kesunyian
dalam perjumpaan tubuh penuh keringat
"kita dalam irisan yang berbeda", tuturmu kelu
dan selembar daun menguning hinggap di beranda berdebu
aku bukanlah malaikat bersayap dua
ang kedua sayapnya berkilau ditimpa cahaya
aku hanyalah wanita biasa
dengan hanya satu sayap
itupun terluka
aku bukanlah seorang penyair terhebat
yang bisa menghujanimu dengan puisi-puisi lekat
membelaimu dengan kata-kata penuh hasrat
atau bahkan menjejalimu ribuan penat
aku hanya punya cinta
cinta wanita biasa
yang tak menjanjikan apa-apa
selain rasa sepanjang sisa usia
menemanimu duduk di beranda
saat senja menembaga
menyaksikan anak-anak kita kelak tertawa
menatap purnama
hingga kita tiba di penghujung masa
ang kedua sayapnya berkilau ditimpa cahaya
aku hanyalah wanita biasa
dengan hanya satu sayap
itupun terluka
aku bukanlah seorang penyair terhebat
yang bisa menghujanimu dengan puisi-puisi lekat
membelaimu dengan kata-kata penuh hasrat
atau bahkan menjejalimu ribuan penat
aku hanya punya cinta
cinta wanita biasa
yang tak menjanjikan apa-apa
selain rasa sepanjang sisa usia
menemanimu duduk di beranda
saat senja menembaga
menyaksikan anak-anak kita kelak tertawa
menatap purnama
hingga kita tiba di penghujung masa
apakah hati kita masih menyisa cinta
ketika pada malam-malam panjang kuurai gerimis
dari mata yang mengalirkan cinta
apakah rindu itu masih tereja
kala lautan teramat luas merentang batas
melemparkan angan hingga mabuk terbuai ombak
apakah kau dengar pekikan camar
yang menyaring melengking tinggi
menjeritkan nada keputusasaan mencekik leher
hingga melelahkan sayapnya mengepak pulang
ketika pada malam-malam panjang kuurai gerimis
dari mata yang mengalirkan cinta
apakah rindu itu masih tereja
kala lautan teramat luas merentang batas
melemparkan angan hingga mabuk terbuai ombak
apakah kau dengar pekikan camar
yang menyaring melengking tinggi
menjeritkan nada keputusasaan mencekik leher
hingga melelahkan sayapnya mengepak pulang
Subscribe to:
Comments (Atom)